Puasa Momentum Menghiasi Hati (Tahalli)
Puasa Momentum Menghiasi Hati (Tahalli)
Arif Irham Hakim | Ushuluddin PTIQ 4A
Alhamdulillah tak terasa tinggal menghitung hari, kita akan
berjumpa dengan bulan suci Ramadhan,
bulan penuh kemuliaan dan pengampunan, bahkan telah hadis Nabi telah tertulis dalam
kitab Shahih Bukhori, yang diriwayatkan dari Abu Hurairah R.A yang berbunyi :
أَبُو هُرَيْرَةَ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ، يَقُولُ: قَالَ
رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: إِذَا دَخَلَ شَهْرُ رَمَضَانَ
فُتِّحَتْ أَبْوَابُ السَّمَاءِ، وَغُلِّقَتْ أَبْوَابُ جَهَنَّمَ، وَسُلْسِلَتِ
الشَّيَاطِينُ (رواه البخاري)[1]
Yang Artinya : Abu Hurairah R.A
berkata, Rasuliullah SAW bersabda : “Apabila bulan Ramadhan datang, maka
pintu-pintu langit dibuka, sedangkan pintu-pintu jahannam ditutup dan
syaitan-syaitan dibelenggu”. (H.R. Bukhari).
Bulan
Ramadhan memiliki ciri khas tersendiri dari bulan-bulan hijriyah lainnya, yaitu
kewajiban menjalankan ibadah puasa selama sebulan penuh. Bahkan telah ditetapkan dalam Al-Qur’an dalam surat
Al-Baqarah (2) ayat 185 yang berbunyi :
شَهْرُ
رَمَضَانَ الَّذِي أُنْزِلَ فِيهِ الْقُرْآنُ هُدًى لِلنَّاسِ وَبَيِّنَاتٍ مِنَ
الْهُدَى وَالْفُرْقَانِ فَمَنْ شَهِدَ مِنْكُمُ الشَّهْرَ فَلْيَصُمْهُ وَمَنْ
كَانَ مَرِيضًا أَوْ عَلَى سَفَرٍ فَعِدَّةٌ مِنْ أَيَّامٍ أُخَرَ يُرِيدُ اللَّهُ
بِكُمُ الْيُسْرَ وَلَا يُرِيدُ بِكُمُ الْعُسْرَ وَلِتُكْمِلُوا الْعِدَّةَ
وَلِتُكَبِّرُوا اللَّهَ عَلَى مَا هَدَاكُمْ وَلَعَلَّكُمْ تَشْكُرُونَ (سورة
البقرة: 185)
Yang Artinya : Bulan Ramadhan
adalah (bulan) yang di dalamnya diturunkan Al-Qur’an, sebagai petunjuk bagi
manusia dan penjelasan-penjelasan mengenai petunjuk itu dan pembeda (antara
yang benar dan batil). Karena itu barang siapa di antara kamu yang menyaksikan
bulan tersebut, maka berpuasalah. Dan barang siapa yang sakit atau dalam
perjalanan (dia tidak berpuasa), maka (wajib menggantinya), sebanyak hari yang
ditinggalkannya itu, pad hari-hari yang lain. Allah menghendaki kemudahan
bagimu, dan tidak menghendaki kesukaran bagimu. Hendaklah kamu mencukupkan
bilangannya dan mengagungkan Allah atas petunjuk-Nya yang diberikan kepadamu,
agar kamu bersyukur. (Q.S. Al-Baqarah : 185).
Ibadah
puasa ini tentunya memiliki keunikan tersendiri, mengapa hanya ibadah puasa
yang diwajibkan untuk ditunaikan sebulan penuh. Puasa sendiri dalam syarh Fathul Qarib yang dikarang oleh Ahmad bin al-Husen bin Ahmad
al-Asfahaniy yang terkenal dengan panggilan al-Qadhi (Hakim) Abu Syuja',
berarti : menahan diri dari segala sesuatu yang dapat membatalkan ibadah puasa,
yang dilakukan dengan niat yang telah ditentukan, dan dilakukan sepanjang siang
hari (mulai dari terbitnya matahari sampai terbenamnya matahari), yang diterima
(sah) apabila dikerjakan oleh seorang muslim, yang berakal, yang suci dari
haid, maupun nifas.[2]
Imam
Al-Ghazali mendefinisikan puasa adalah salah satu media bisa yang digunakan
untuk mendekatkan diri kepada Allah SWT. Apabila seseorang melakukan ibadah
puasa dengan berlandaskan kemauan yang kuat, maka keinginan untuk mendekatkan
diri sedekat mungkin dengan Allah SWT akan tercapai dan mengalahkan keinginan
yang bersifat lahiriah. Sebagaimana telah beliau jelaskan dalam karyanya yang
berjudul Permata Al-Qur’an :
“Bila dalam diri telah tumbuh
kerinduan untuk bertemu dengan Allah SWT. Dan bila keinginan kita untuk
mendapatkan ma’rifat tentang keinginan-Nya nyata dan lebih kuat daripada nafsu
makan dan seksual kita, maka kita telah memiliki taman ma’rifat-Nya
dibandingkan surga pemuas nafsu indrawi.”[3]
Puasa sendiri dapat diidentikkan
dengan menahan lapar dan haus. Lapar sendiri adalah salah satu penangkal segala
tindakan keji. Ketika kita berpuasa, sering sekali kita merasa lapar dan dari
lapar dapat menurunkan syahwat yang konon berasal dari dalam perut, dan ketika
kita berpuasa tentunya perut kita akan kosong dari banyaknya makanan,sehingga
membuat syahwat kita menurun dan menjauhi perbuatan keji. Bahkan di dalam kitab
Siraj ath-Thalibin ‘ala syarh Minhaj al-‘Abidin, Abdullah bin Sahl
at-Tustari berkata bahwa “lapar adalah puncak dari segala kebaikan yang allah
turunkan ke bumi, sedangkan kenyang adalah kebalikannya”.[4]
Jika
menahan lapar dengan sengaja tanpa didasari niat khusus, maka hal tersebut akan
menjadi sesuatu yang sia-sia, maka dari itu puasa datang sebagi penghias dari
hal tersebut, yang menjadikan lapar tersebut bernilai pahala dan dapat
menghiasi hati kita serta menjaga hati kita dan perilaku kita dari
tindakan-tindakan yang keji dan tidak disukai oleh yang maha kuasa. Bahkan
Rasulullah SAW telah menjelaskan dalam kitab Shahih Muslim, yang
berbunyi :
عَنْ
أَبِي هُرَيْرَةَ رَضِيَ اللهُ عَنْهُ، قَالَ: قَالَ رَسُولُ اللهِ صَلَّى اللهُ
عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: الصِّيَامُ جُنَّةٌ (رواه مسلم)[5]
Yang
Artinya : dari Abu Hurairah radhiyallahu’anhu, beliau berkata; Rasululllah
shallallahu’alaihi wasallam bersabda: “Puasa adalah perisai”.
(H.R. Muslim)
Dari hadis di atas, kita dapat mengetahui bahwa puasa itu ibarat
perisai, tetapi perisai yang melindungi dari apa ? perisai yang melindungi
seseorang dari siksa api neraka, karena puasa itu adalah salah satu penghias
serta pelindung diri kita dari segala perbuatan keji yang biasanya didorong
dari syahwat yang kuat. Dengan ada nya puasa, lapar menjadi suatu perbuatan
yang baik ketika diiringi dengan puasa. Sehingga puasa itu sendiri sangat cocok
untuk dijadikan momentum dalam menghiasi hati.
Yang lebih menguatkan
lagi adalah hadis Nabi Muhammad SAW dalam kitab Shahih Bukhori yang
berbunyi :
عَنْ
أَبِي هُرَيْرَةَ رَضِيَ اللهُ عَنْهُ، اَنَّ رَسُولَ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ
وَسَلَّمَ :............. الصِّيَامُ لِي، وَأَنَا أَجْزِي بِهِ وَالحَسَنَةُ
بِعَشْرِ أَمْثَالِهَا (رواه البخاري)[6]
Yang Artinya : Dari Abu Hurairah radhiyallahu’anhu, bahwa
Rasulullah shallallahu’alaihi wasallam bersabda: .......... “ Puasa itu
untukku (Allah) dan Aku (Allah) sendiri yang akan membalasnya dan setiap satu
kebaikannya dibalas dengan sepuluh kebaikan yang serupa”. (H.R. Bukhori).
Dengan begitu maka semakin menguatkan kepada kita semua bahwa puasa
adalah salah satu momentum terbaik untuk mengiasi hati dan mendekatkan diri
kepada sang ilahi.
Semoga puasa kita semua dapat lebih mendekatkan diri kita kepada Yang Maha Kuasa dan tulisan ini dapat membuat penulis dan pembawa semakin sadar dengan keistimewahan dalam menjalani ibadah puasa. Aamiin Allahumma Aamiin. di akhir kata saya selaku penulis memohon untuk para pembaca untuk mengomentari atau memberi saran yang dapat membangun saya untuk lebih meningkatkan literasi saya khususnya dalam segi penulisan. Terima Kasih
DAFTAR REFERENSI
Al-Bukhari, Shahih Bukhori, Damaskus:
Dar Tuq an-Najah, 2001
Muslim al-Naisaburi, Shahih Muslim, Beirut:
Dar Ihya al-Turaats al-‘Arabiy, tt
Abu Suja’, Fathul Qarib, Surabaya: Maktabah
Imarat Allah, tt
Al-Ghazali, Permata al-Qur’an, Jakarta:
CV. Rajawali, 1985
Ikhsan al-Jampesi, Siraj ath-Thalibin ‘ala
syarh Minhaj al-‘Abidin, Lebanon: Dar al-Kutub al-‘Ilmiyah, 1971
[1] Shahih
Bukhari, Juz iii, hal. 25
[2] Fathul
Qarib, hal. 52
[3] Pemata
al-Qur’an, hal. 88
[6] Shahih
Bukhori, juz iii, hal. 24
Komentar
Posting Komentar